WELCOME TO RoockLe | SITUSNYA ANAK GAUL!!! | Situs INI BERSTATUS DOFOLLOW | JANGAN LUPA UNTUK MEMBERI KOMENTAR UNTUK KEMAJUAN RoockLe

Kenapa Rusia Selalu Bertentangan Dengan Nato

22.38 |


Federasi Rusia atau Persekutuan Rusia merupakan negara yang sejak 1991 setelah bubarnya Uni Soviet akhirnya menjadi negara yang mandiri. Wilayahnya yang membentang dengan luas di sebelah timur Eropa dan utara Asia. Dengan wilayah seluas 17.075.400 km².
Pada masa perang dingin (1947-1991), masa Uni Soviet dulu Rusia merupakan tulang punggung Uni Soviet baik dari pengaruh politik, ketokohan dan figure Rusia yang eksis dipemerintahan Uni Soviet, dan menjadi sumber ideology dari kekuatan persekutuan USSR itu sendiri. Sehingga wajar saja jika para analis bilang ruh Uni Soviet itu adalah Rusia, bahkan ada yang salah kaprah lagi dengan mengatakan bahwa Uni Soviet itu adalah Rusia, tetapi itu adalah hal yang wajar karena faktanya Rusia pada masa itu sangat mewarnai Uni Soviet dan persekutuan USSR-nya.
Di sisi lain NATO merupakan Negara-negara persekutuan negara-negara Eropa Barat yang secara ideologis sangat dipengaruhi oleh kebijakan-kebijakan militer Amerika Serikat dan Inggris. Boleh dikatakan bahwa NATO adalah kebijakan AS dan Inggris. Sedikit sekali peran Negara-negara diluar dua Negara besar tadi yang mempengaruhi dan mewarnai kebijakan strategis NATO dalam banyak permasalahan yang terjadi utamanya kebijakannya terhadap Rusia.
Dalam perang global melawan Taliban yang dilakukan AS dan NATO terutama di kawasan Timur Tengah, dengan menginvansi Irak dan Afganistan, ternyata membutuhakn energy yang luar biasa besar. Perang dengan Irak telah membuat ekonomi AS runtuh dan ternyata usaha yang dilakukan AS dan NATO ini masih juga belum selesai. Di tambah lagi dengan perang di Afganistan yang terlanjur dilakukan atas prakarsa Rejim Bush yang lalu.
Hal ini yang menyebabkan AS dan NATO sangat ingin Rusia menjadi bagian dari persekutuan seperti yang diungkapkan oleh Sekretaris Jenderal Pakta Pertahanan Negara Atlantik Utara (NATO) , Anders Fogh Rasmussen meminta kerjasama Rusia untuk menangkal ancaman terhadap keamanan di kedua belah pihak. Rasmussen juga meminta pihak Rusia untuk tidak merasa terganggu dengan perbedaan yang seringkali muncul antara NATO dan Rusia. Hubungan NATO dengan Rusia sendiri sempat terganggu akibat perang yang terjadi antara Rusia dengan Georgia yang menginginkan bergabung dengan NATO.
Pada saat kunjungan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Hillary Clinton ke Moskow ia menyatakan keinginan mengenai garis besar visi NATO pada abad ke-21, dalam pidatonya ia mengatakan: "Perkenankan saya menyatakan ini dengan jelas dan terus terang bahwa sementara Rusia menghadapi tantangan-tantangan di bidang keamanannya, NATO tidak berada di antara mereka." Hillary juga menjelaskan tentang hubungan NATO – Rusia. Dalam kesempatan itu ia mengatakan: "Kami ingin hubungan kerjasama NATO-Rusia membuahkan hasil-hasil nyata dan membawa hubungan NATO dan Rusia semakin erat." Seperti yang dikutip dari AFP.
Di lain pihak Rusia merasa ada gangguan dalam masalah hubungan diplomatic Rusia antara AS dan NATO. Sejarah perang dingin mungkin masa lalu, tetapi faktanya menunjukkan kebijakan-kebijakan AS dan NATO dalam usaha untuk mengajak dan mempengaruhi berbagai Negara di kawasan Eropa Timur mantan anggota Fakta Warsawa untuk masuk dalam persekutuan Fakta Pertahanan Atlantik Utara itu, seperti Georgia dan Ukraina saat ini secara resmi sudah bergabung dengan NATO. Bahkan Georgia telah dijadikan oleh AS sebagai pangkalan militer dan sistem rudal AS. Pembangunan sistem Rudal di Georgia kemungkianan berimfrastruktur untuk kekuatan rudal berkepala nuklir seperti yang dilansir oleh banyak analis. Posisi Georgia ini sangat strategis dan akan tepat menyerang jantung Rusia, Moskow.
Inilah yang menjadi salah satu penyebab konflik Rusia – Georgia beberapa tahun lalu. Saat Ossetia Selatan dan Abkhazia yang diklaim Georgia. Secara historis dan keturunan Ossetia Selatan dan Abkhazia lebih dekat dengan Rusia yang sama-sama etnis Slev. Letak Geografis kedua Negara yang disengketakan ini juga berada diantara Rusia dan Georgia.
Georgia menganggap kedua Negara tersebut melakukan pembangkangan terhadap pemerintah pusat. Tentara Georgia melakukan tindakan keras kepada Ossetia Selatan dan Abkhazia. Awal bulan Agustus 1998 Georgia mengerahkan tentara ke Ossetia Selatan. Persis seperti yang dinanti Rusia. Negeri beruang merah itupun mendapat alasan untuk menyerbu, bukan cuma ke Ossetia Selatan, tapi juga ke Abkhazia, yang menewaskan kurang lebih 2000 orang.

Tindakah Presiden Georgia Mikhail Saakashvili ini langsung dibalas dengan militer Rusia yang mengusir pasukan Georgia dari wilayah Ossetia Selatan dan Abkhazia. Sebenarnya Ossetia Selatan yang merupakan negara merdeka diproklamasikan setelah melalui perang tahun 1991-1992, tetapi sayangnya karena usaha NATO dan AS untuk tidak memasukkan peta Ossetia Selatan sebagai negara merdeka di Forum PBB. Beberapa bulan setelah penyerangan Rusia terhadap pasukan Georgia, Pemerintah Federasi Rusia langsung secara resmi mengakui kemerdekaan Ossetia Selatan dan Abkhazia yang sebenarnya ditentang oleh NATO. NATO menginginkan kedua Negara tersebut masih masuk dalam Georgia yang merupakan sekutu barunya.
Dukungan Rusia terhadap kemerdekaan Ossetia Selatan dan Abkhazia juga didukung penuh oleh rakyatnya dan legislative Federasi Rusia. Dua badan parlemen Rusia, Majelis Rendah Duma dan Majelis Tinggi Dewan Federal Rusia secara bulat mendukung kemerdekaan dua wilayah kaukasus tersebut. Pemungutan suara di Majelis Rendah Duma menghasilkan suara 447-0, sementara Majelis Tinggi Dewan Federal Rusia menghasilkan 130-0 bagi pengakuan kemerdekaan atas Ossetia Selatan dan Abkhazia.

Di luar dari isu yang paling krusial di atas bagi Rusia, isu lain seperti tekanan Uni Eropa terhadap kebijakan reformasi energy Rusia menjadi cukup penting. Sumber daya gas dan minyak yang pada masa Rezim Boris Yaltsin diswastaniasi sehingga banyak perusahaan AS dan Uni Eropa yang masuk, tetapi pada masa Rezim Vladimir Putin dan Presiden Medvedev sekarang ini dengan kekuatan militer, mantan KGB dan PersekutuanSilovikinya, semua investor minyak gas dan oligarki mau tidak mau harus melespaskan konsensi minyak dan gas untuk dinasionalisasi. Dari sini kas Rusia pada masa Uni Soviet yang pernah kosong langsung menggelembung. Modal awal ini yang menjadi kekuatan ekonomi Rusia sekarang ini. Dari sisi barat Putin dianggap sebagai diktator tetapi di dalam negerinya cukup dianggap berhasil dalam memajukan semua sektor pembangunan Rusia.
Isu lain mengenai perang Timur Tengah, terutama di Afganistan. Walaupun Rusia menginginkan Taliban dihancurkan tetapi sangat mengkhwatirkan kehadiran pasukan asing berada di sana dalam waktu yang cukup lama. Rusia menginginkan kawasan tetangga negara ini di Asia Tengah terbebas dari pangkalan militer.
Pada Agustus 2008 yang lalu Menteri-menteri luar negeri Amerika dan Polandia baru-baru ini menandatangani nota kesepakatan penempatan rudal balistik Amerika di Polandia. Rusia adalah negara yang paling pertama menentang keras kesepakatan ini. Rusia menilai rencana ini mengancam keamanan Rusia. Demikian juga dengan yang terjadi pada Hongaria dan Bulgaria yang sudah lebih dahulu ditempati pangkalan militer dan rudal AS.
Faktor lain lagi adalah mengenai pangkalan militer AS di Uzbekistan, Moskow senantiasa mencemaskan konstelasi politik dan tetakeamanan di Asia Tengah menyusul kehadiran militer AS di wilayah tersebut. Rusia menekan Dushanbe, ibu kota Tajikistan agar membatalkan kesediaanya untuk menampung pangkalan militer AS yang berasal dari Kirgistan.
Sekarang ini Rusia merasa dalam kepungan AS dan NATO dari segala arah, terlepas dari alaan AS untuk memperkecil pergerakan Taliban atau bukan, tetapi faktanya hamper semua Negara yang bertetangga dengan Rusia menjadi calon pangkalan militer AS. Diplomasi AS memang luar biasa selain memukul Taliban ternyata juga telah memasang fondasi kedepan dalam mengantisipasi konflik militer Rusia vs AS dan NATO.

0 komentar:

Posting Komentar

Tolong Komentari Dengan Bahasa Yg Sopan